Kamis, 07 Maret 2013

Peluncuran e-Modul gratifikasi (integrito)



Kemudahan terletak di ujung jari. Tinggal klik, beres semua. Ya, begitulah terobosan yang dilakukan KPK. Cukup membuka e-Modul Gratifikasi, maka berbagai informasi terkait ketentuan gratifikasi bisa diunggah dan dipelajari melalui internet. Siapapun dan dimana pun, tak perlu lagi harus memanggil KPK. Mudah dari sisi penggunaan, murah dari sisi pembiayaan. Praktis, bukan!
E-Modul Gratifikasi dapat diakses di laman http://www.kpk.go.id/gratifikasi. Modul tersebut merupakan bagian dari e-Learning Gratifikasi yang sedang dikembangkan KPK. Ke depan, program ini diharapkan mampu menjawab tantangan, seperti pelaporan secara online, e-Modul Peraturan dan regulasi secara utuh tentang gratifikasi, program pengendalian gratifikasi, peningkatan integritas, Sistem Informasi Gratifikasi (SIG), pembentukan lingkungan antisuap, dan informasi strategis lainnya. Menurut Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, program ini secara bertahap juga akan
menggantikan program sosialisasi pola konvensional, yang selama ini dilakukan KPK. e-Modul Gratifikasi ini dianggap lebih efektif, karena bisa menjangkau lebih luas dengan waktu yang lebih singkat. Giri menambahkan, melalui program ini pula, KPK berharap sosialisasi bisa menyentuh  target 5,4 juta PNS di seluruh Indonesia. Karena sesuai Pasal 16 UU KPK, bahwa setiap PNS yang menerima gratifikasi wajib melapor. Tetapi memang permasalahan yang selama ini  dihadapi, tak sedikit PNS mengalami kebingungan terkait apa yang harus mereka lakukan. “Sekarang tidak perlu lagi memanggil KPK untuk ceramah tentang gratifikasi karena bisa dicari di dunia maya,” katanya.
Peluncuran e-Modul Gratifikasi dilakukan di Auditorium KPK, 29 November 2012. Program tersebut
sukses diluncurkan, berkat kerja sama antara KPK dan United Stated Agency for International Development (USAID) - Management System International (MSI). Hadir pada acara tersebut, dua Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Selain itu juga Wakil Duta Besar Amerika
Serikat untuk Indonesia Kristen Bauer, Direktur Democratic Governance USAID Miles Toder,
dan pakar marketing Indonesia, Hermawan Kertajaya.Pada kesempatan tersebut, Zulkarnain menerangkan bahwa gratifikasi pada awalnya hanya sekadar pemberian dan dianggap sebagai
suatu kebiasaan. Namun kini, lanjutnya, gratifikasi dapat bertentangan dengan hukum dan dianggap suap sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 tahun 2001. Begitupun,
praktik gratifikasi juga masih marak, karena masyarakat melihat pemberian gratifikasi sebagai hal yang wajar dalam pergaulan. “Sebaliknya, kesadaran penyelenggara negara atau PNS yang menerima gratifikasi untuk melaporkan gratifikasi yang diterimanya masih relatif rendah jika dibandingkan jumlah wajib lapor gratifikasi,” ungkap Zulkarnain.Tetapi memang tidak mudah mengubah kebiasaan. Menurut Zulkarnain, perlu waktu dalam edukasi atau pemahaman mengenai  gratifikasi, terlebih jika jarak antara wajib lapor dan KPK begitu jauh. Nah, percepatan perubahan kebiasaan dan perilaku dapat dicapai melalui peningkatan pemahaman tentang gratifikasi secara
utuh, mudah dan murah. “ Diharapkan adanya e-modul gratifikasi ini, segala informasi terkait gratifikasi bisa dengan mudah diakses,” jelas Zulkarnain