Sabtu, 13 Agustus 2011

Dagri


KITA BERUBAH, INDONESIA BERUBAH


Corruption Perseption Indeks (CPI) Negara kita selama 10 tahun terakhir mengalami tren naik, bisa kita lihat dari tahun 2001 dengan CPI 1,9 sampai tahun 2010 yang mencapai angka CPI 2,8. Apakah hal tersebut merupakan suatu kemajuan yang harus kita banggakan???

Kalau hanya melihat secara umum tanpa memperhatikan faktor-faktor yang lain maka kita boleh berbangga karena kenaikan CPI tersebut, yang dapat diartikan bahwa pemerintah tidak hanya diam dalam menangani korupsi yang kian marak, pemerintah tetap mengadakan penanggulangan walaupun tidak secara frontal. Namun, jika kita lihat lebih jauh angka CPI 2,8 merupakan angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan 10. Kalau kita tilik Negara tetangga kita Malaysia yang notabene berusia lebih muda daripada Negara kita, rata-rata CPI mereka menunjukan angka lima koma yang berarti adalah dua kali lipat lebih baik daripada Indonesia, sungguh sangat ironis memang.

Mantan Menteri Keuangan kita, Sri Mulyani mengatakan bahwa:

"Korupsi adalah kutukan dari pembangunan dimanapun, jadi pemerintahan baru harus bergerak cepat memperkuat institusi dan prosedur untuk melawannya. Transparansi dan akuntabilitas adalah ide yang sangat kuat dengan dukungan hampir dari seluruh dunia, yang berarti pemimpin baru seharusnya tidak menyerah ketika perlawanannya menjadi sulit."

Dari perkataannya tersebut dapat diambil hikmah bahwa korupsi memang wajib untuk diberantas dan dalam prakteknya kita akan mendapatkan perlawanan yang sangat berat dari para koruptor, oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang tidak biasa dan harus dilakukan oleh orang-orang yang luar biasa.

Untuk model korupsi jaman sekarang yang bisa dikatakan modern, Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan mengatakan bahwa:

“Korupsi saat ini cenderung memakan dana APBN yang notabenenya dialokasikan untuk rakyat. Berbeda dengan korupsi era orde baru yang umumnya 'memakan' dana-dana non-bujeter.”

Hal tersebut berarti bahwa sebenarnya praktek korupsi pada saat ini lebih sadis dari pada era yang dulu karena memangkas dana yang sebenarnya dialokasikan untuk rakyat bukan memangkas dana non bujeter (idle).

Melihat begitu memprihatinkannya praktek korupsi saat ini penulis mencoba menawarkanbeberapa solusi yang mungkin sudah sering didengar namun baru sebatas wacana atau kritikan untuk pemerintah saja. Yang pertama, Indonesia perlu teladan dari pemimpin, berarti Indonesia perlu pemimpin yang baik. Korupsi itu menyangkut perilaku, sedangkan perilaku sangat terkait dengan kebiasaan, kebiasaan ditentukan oleh lingkungan. Dalam budaya seperti di Indonesia ini, lingkungan itu dipengaruhi oleh teladan pimpinan. Teladan yang ada sekarang justru mengajarkan korupsi, jadi tidak heran jika setiap ada regenerasi misal pada suatu kantor KPP, praktek korupsi tetap ada dikarenakan SDM yang masuk langsung disusupi budaya korupsi dari penghuni lama atau dari kepala kantornya. Mungkin kita bisa mencontoh Negara China yang memecat seluruh pejabatnya untuk kemudian dilakukan rekruitmen ulang agar didapati komposisi yang benar-benar bersih. Yang kedua, dalam pengadilan perlu adanya pembuktian terbalik karena dalam model persidangan sekarang ini hakim yang harus membuktikan bahwa secara materiil yang bersangkutan itu korupsi namun senantiasa mengalami kendala karena banyak bukti-bukti yang sudah dihilangkan. Tetapi kalau pembuktian terbalik bisa dilakukan, praktek pengadilan tidak lagi seperti itu. Bukan hakim lagi yang harus membuktikan, tetapi yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa harta yang didapatnya itu diperoleh dengan cara yang halal. Kemudian yang terakhir, perlu adanya hukuman yang setimpal bagi para pelaku korupsi. Sampai saat ini penulis masih kontra akan isu penerapan hukuman mati bagi koruptor karena masih banyak cara lain yang lebih baik. Banyak Negara dengan CPI tinggi yang tidak menghukum mati para koruptornya. Namun, selain langkah penindakan seperti yang telah diutarakan, yang lebih penting lagi adalah langkah pencegahan, membekali para generasi penerus bangsa ini dengan kejujuran.

Sebagai penutup, kita selaku generasi muda, untuk saat ini tidak hanya diperlukan pemikiran yang kritis, namun kita harus bergerak untuk mencapai perubahan tersebut. Tidak hanya solusi yang diterapkan dalam khayalan namun juga harus dilaksanakan. Semoga tetap dikuatkan hati kita untuk tetap melangkah di jalan-Nya yang lurus. Dimulai dari diri kita sendiri, dari hal-hal yang kecil, dan dari sekarang.

Fadli Arya P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar