Kemudahan
terletak di ujung jari. Tinggal klik, beres semua. Ya, begitulah terobosan yang
dilakukan KPK. Cukup membuka e-Modul Gratifikasi, maka berbagai informasi
terkait ketentuan gratifikasi bisa diunggah dan dipelajari melalui internet. Siapapun
dan dimana pun, tak perlu lagi harus memanggil KPK. Mudah dari sisi penggunaan,
murah dari sisi pembiayaan. Praktis, bukan!
E-Modul
Gratifikasi dapat diakses di laman http://www.kpk.go.id/gratifikasi. Modul
tersebut merupakan bagian dari e-Learning Gratifikasi yang sedang dikembangkan
KPK. Ke depan, program ini diharapkan mampu menjawab tantangan, seperti
pelaporan secara online, e-Modul Peraturan dan regulasi secara utuh tentang
gratifikasi, program pengendalian gratifikasi, peningkatan integritas, Sistem
Informasi Gratifikasi (SIG), pembentukan lingkungan antisuap, dan informasi
strategis lainnya. Menurut Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, program ini
secara bertahap juga akan
menggantikan
program sosialisasi pola konvensional, yang selama ini dilakukan KPK. e-Modul
Gratifikasi ini dianggap lebih efektif, karena bisa menjangkau lebih luas
dengan waktu yang lebih singkat. Giri menambahkan, melalui program ini pula,
KPK berharap sosialisasi bisa menyentuh
target 5,4 juta PNS di seluruh Indonesia. Karena sesuai Pasal 16 UU KPK,
bahwa setiap PNS yang menerima gratifikasi wajib melapor. Tetapi memang permasalahan
yang selama ini dihadapi, tak sedikit
PNS mengalami kebingungan terkait apa yang harus mereka lakukan. “Sekarang
tidak perlu lagi memanggil KPK untuk ceramah tentang gratifikasi karena bisa dicari
di dunia maya,” katanya.
Peluncuran
e-Modul Gratifikasi dilakukan di Auditorium KPK, 29 November 2012. Program
tersebut
sukses
diluncurkan, berkat kerja sama antara KPK dan United Stated Agency for International
Development (USAID) - Management System International (MSI). Hadir pada acara
tersebut, dua Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Selain itu juga
Wakil Duta Besar Amerika
Serikat
untuk Indonesia Kristen Bauer, Direktur Democratic Governance USAID Miles
Toder,
dan
pakar marketing Indonesia, Hermawan Kertajaya.Pada kesempatan tersebut, Zulkarnain
menerangkan bahwa gratifikasi pada awalnya hanya sekadar pemberian dan dianggap
sebagai
suatu
kebiasaan. Namun kini, lanjutnya, gratifikasi dapat bertentangan dengan hukum
dan dianggap suap sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 12 B Undang-Undang No. 20
tahun 2001. Begitupun,
praktik
gratifikasi juga masih marak, karena masyarakat melihat pemberian gratifikasi sebagai
hal yang wajar dalam pergaulan. “Sebaliknya, kesadaran penyelenggara negara
atau PNS yang menerima gratifikasi untuk melaporkan gratifikasi yang diterimanya
masih relatif rendah jika dibandingkan jumlah wajib lapor gratifikasi,” ungkap
Zulkarnain.Tetapi memang tidak mudah mengubah kebiasaan. Menurut Zulkarnain,
perlu waktu dalam edukasi atau pemahaman mengenai gratifikasi, terlebih jika jarak antara wajib
lapor dan KPK begitu jauh. Nah, percepatan perubahan kebiasaan dan perilaku
dapat dicapai melalui peningkatan pemahaman tentang gratifikasi secara
utuh,
mudah dan murah. “ Diharapkan adanya e-modul gratifikasi ini, segala informasi terkait
gratifikasi bisa dengan mudah diakses,” jelas Zulkarnain