Jumat, 26 Agustus 2011

Litbang

Terorisme atau Korupsi?

Prita Widi Utami

Ada ungkapan yang perlu kita cermati .“Jangan pernah meragukan Polri dalam menangani kasus terorisme. Dan, jangan pernah berharap banyak kepada Polri dalam mengusut kasus korupsi”. Agaknya ungkapan itu benar adanya. Sikap Polri terhadap penanganan kasus terorisme terlihat berbeda jauh dengan sikap saat menangani kasus korupsi. Kerja Densus 88 Antiteror Polri kerap dipuji. Sebaliknya, kerja penyidik Bareskrim kerap dikritik. Sekitar 20 orang yang diduga terjerat kasus terorisme di Indonesia ditangkap di sejumlah lokasi, yakni Aceh, Bekasi, Tangerang, dan beberapa daerah di Jakarta Timur, di antaranya Rawamangun, Cakung, dan Pondok Kopi. Penangkapan itu dalam waktu yang relatif berdekatan.

Sedangkan kita lihat tentang penanganan kasus korupsi. Kita ambil contoh kasus-kasus yang menarik perhatian publik, seperti kasus korupsi dalam pemilihan Deputi Senior BI, kasus Century,kasus Gayus Halomoan Tambunan, dan masih banyak kasus korupsi lain yang ‘mandeg’ di tengah jalan. Lebih dari setahun berlalu, berbagai tanda tanya masih menyelimuti kasus-kasus tersebut. Tanpa ada transparansi penyelesaian kasus itu, publik sudah harus ‘disuguhi’ dengan kasus lain yang juga tak kalah ‘heboh’. Nazaruddin mungkin menjadi nama paling popular di Indonesia akhir-akhir ini. Ada 31 kasus korupsi dengan total nilai proyek Rp 6,037 triliun yang melibatkan dirinya. Lagi-lagi upaya penyelesain kasus ini terancam terbengkalai.

Polri dan penegak hukum lain seperti KPK memang kerap terhalang kuatnya intervensi ketika menangani kasus-kasus korupsi yang bersinggungan dengan penguasa atau kelompok yang memiliki kekuatan politik. Kelompok-kelompok berkuasa akan menekan penegak hukum agar tidak sampai (menjerat kelompoknya) atau membatasi kasus tersebut. Namun hal itu seharusnya itu tidak menjadi alasan untuk tidak mengungkap kasus korupsi secara tuntas.

Penanganan kasus terorisme di Indonesia memang telah banyak menuai pujian dari berbagai negara tapi memang masih perlu ditingkatkan lagi guna menjamin keselamatan dan ketentraman rakyat Indonesia. Terorisme akan terus tumbuh jika pemerintah tidak bisa memberantas korupsi di Indonesia. Salah satu pemicu timbulnya aksi terorisme terjadi akibat praktek suap dan korupsi masih subur. Oleh karena itu, penanganan kasus terorisme dan korupsi harus seimbang karena sama-sama menyengsarakan rakyat Indonesia. Tidak berat sebelah seperti sekarang….

*Dari pelbagai sumber

1 komentar:

  1. setuju,
    klo densus 88 berhasil, maka akan lebih banyak dana bantuan (terutama asing) yang akan masuk sebagai sumber dana di institusi yang berkaitan, Nah kalau korupsi berhasil ditindak? takutnya nanti malah jatah "uang pemasukan" kan jadi berkurang!!!

    BalasHapus