Memahami Integritas Sejati
Masithoh Sobron Jamila--Direktorat Pendidikan
Integritas sejati adalah melakukan hal yang benar padahal tahu bahwa tidak akan ada seorangpun yang tahu apakah kita melakukannya atau tidak (Oprah Winfrey)
integritas berhubungan dengan moralitas. Hampir semua dari kita mengartikan integritas sebagai kejujuran, ketulusan, kemurnian, kelurusan, dan bukan kepura-puraan. Integritas adalah ketulusan, sesuatu yang sungguh-sungguh berasal dari dalam hati. Itulah mengapa, integritas bukan cuma jujur pada orang lain, tetapi juga terutama adalah jujur pada diri sendiri.
Integritas haruslah sebuah spontanitas murni dan polos yang lahir dari diri kita (bukanlah kepura-puraan). Integritas tidak memerlukan penilaian, atau pertimbangan untuk-rugi untuk terwujud. Ia muncul begitu saja. Tak peduli ada orang lain yang tahu atau tidak.
Kita tidak memerlukan peraturan apa-apa untuk bersikap jujur dan tulus. Kita tidak memerlukan motif apa-apa untuk menjadi seorang yang berintegritas tinggi. Karena, sudah semestinya itu sudah tertanam dalam diri kita. Orang yang berintegritas akan mempunyai kemampuan untuk senantiasa memegang teguh prinsip-prinsip moral dan menolak untuk mengubahnya meski situasi yang kita hadapi sangatlah sulit dan dilematis. Integritas berkaitan dengan menunaikan amanah, menjalankan kewajiban dan menjaga kepercayaan. Orang yang berintegritas akan senantiasa bertanggungjawab dengan apa yang dia perbuat.
Kawan mahasiswa STAN, integritas seperti apa yang kita miliki? Yakinkah bahwa sampai saat ini integritas kita adalah integritas sejati yang murni dari sanubari? Yakinkah bahwa integritas kita lahir dari hati? Bukan karena selalu ada yang mengawasi?
Salah satu bentuk integritas mahasiswa adalah kejujuran dalam ujian. Mahasiswa yang mencontek, berarti telah jelas melanggar integritas, atau malah bisa dibilang tidak mempunyai integritas. Sedangkan untuk kalangan mahasiswa yang tidak mencontek terdapat separasi disini, bedakan antara mahasiswa yang tidak mencontek karena takut DO dan yang tidak mencontek karena berprinsip bahwa tindakan tersebut adalah tidak sportif, curang dan membohongi diri sendiri. Apabila kita konsisten untuk tidak mencontek walaupun mata kuliah yang diujikan sangat susah, ketika kita tahu banyak dari teman kita melakukannya, ketika tidak ada ancaman DO, berarti kita telah memiliki integritas sejati dalam hal ini.
Akan banyak mahasiswa membolos kuliah kalau saja tidak ada regulasi yang membatasi. Bukankah dengan membolos sama saja kita mengkhianati amanat rakyat yang telah membiayai kuliah kita? Ketika ada aturan kehadiran sekian persen, masih ada segelintir mahasiswa yang menyesal karena tidak sempat mengambil “jatah” membolos. Miris memang, Integritas mahasiswa yang seperti ini menjadi dipertanyakan.
Mencontek dan membolos memang contoh kecil realita di kalangan mahasiswa, masih banyak lagi hal-hal yang dapat disoroti, misalnya di lingkungan organisasi. Namun dari hal sederhana tersebut, efek kedepannya tidak dapat dianggap remeh. Pelanggaran integritas akan menumbuhkembangkan bibit-bibit ketidakjujuran. Ketidakjujuran inilah yang nantinya akan bertransformasi menjadi korupsi. Korupsi hanya bisa terjadi karena ada ada hasrat pribadi yang menghendaki. Beruntunglah kita yang nantinya bekerja di lingkungan yang bersih, kondusif untuk memupuk integritas. Bagaimana kalau yang terjadi adalah sebaliknya? Integritas benar-benar akan diuji, dan akan terlihat nantinya siapa yang menjaga integritas hanya karena adanya pengawasan semata dan integritas yang keluar sebagai cerminan jati diri.
Lebih baik kita berintrospeksi, masihkah kita akan berlaku jujur dalam menjalankan amanah sebuah organisasi misalnya ketika tidak ada teman yang mengamati atau orang lain yang mengawasi? Bukankah kita sekarang masih bisa vokal berteriak karena kita belum punya kesempatan untuk bertindak? Kita masih bisa bersikap idealis karena kita tidak sedang berada dalam lingkaran kepentingan itu?
Mempunyai integritas karena takut akan sanksi memang lebih baik dibanding yang sudah tidak punya malu lagi dengan berbuat sesuka hati mencederai amanat rakyat. Namun alangkah baiknya kalau integritas yang kita punya adalah yang murni dari hati nurani. Dengan begitu apapun kondisinya, dimanapun ada kesempatan, kita akan terus mengedepankan kejujuran dan menjunjung integritas.
Alasan kita takut untuk melakukan sesuatu yang buruk itu harus didasari dengan kesadaran bahwa hal tersebut tidak benar, bukan hanya karena kita takut melanggar suatu aturan, takut mendapatkan sanksi. Kita akan konsisten dengan sebuah sikap jika kita menyakininya dari hati bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah kebenaran. Sehingga apabila kita dihadapkan dengan conflict of interest, kita akan mempunyai pedoman yang akan kita pegang.
Tidak perlu memprotes kenapa harus kita mahasiswa yang memulai untuk memiliki integritas sejati. Sudah jelas jawabannya, karena kita adalah agent of change, kitalah generasi penerus bangsa yang akan mengubah bangsa ini ke arah yang lebih baik. Fakta ini yang harus mahasiswa sadari. Setiap mahasiswa harus tahu perannya sehingga tidak ada keluhan lagi yang menyatakan bahwa “ada tidaknya mahasiswa adalah sama saja”.
Sudah seharusnya, seluruh mahasiswa STAN bisa memahami makna integritas sejati dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Mulai saat ini, di lingkungan kerja nanti dan hingga akhir hayat menghampiri. Semoga nantinya kita bisa berdiri tegap menjadi punggawa keuangan bangsa yang dengan integritas sejatinya mampu mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi dan kolusi, mengantarkan negeri ini menuju kemerdekaan yang hakiki, memunculkan kembali senyuman ibu pertiwi. Semangat kawan-kawan, terus mengabdi untuk negeri…!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar