Minggu, 10 Juni 2012

Kerja Bakti Rumah Kita

Kerja Bakti Rumah Kita
Nourma Mei Shinta 
(Staff Direktorat Pendidikan SPEAK)
Beberapa hari yang lalu, kelurahan membuat kebijakan baru. Mereka meminta seluruh warga masyarakatnya untuk menciptakan rumah bersih. Dan kemarin bapak ditelepon pak lurah. Pak lurah menunjuk rumah kontrakan kami untuk menjadi percontohan rumah bersih. Akan ada imbalannya, tapi yaaa dengan konsekuensi  rumah harus selalu bersih.

Kemudian, bapak mengumpulkan kami semua. Menjelaskan perihal kegiatannya, meminta kesanggupan kami dan mengajak kami untuk mulai kerja bakti,  membersihkan rumah.

Nasehat bapak, pertama kita harus bersyukur. Sangat bersyukur.
Rumah kita adalah yang pertama dijadikan percontohan. Apa artinya? Rumah kita adalah yang paling mendekati bersih, dan akan menjadi yang pertama bersih. Tidak semua rumah bisa jadi percontohan. Kita dipercaya, kita bisa membersihkan rumah kita, dan kita dipercaya kita tidak hanya menginginkan uang jajan imbalan percontohan.

Kata bapak, membersihkan rumah itu butuh ilmu.
Misalnya saja memisahkan sampah. Tidak semua barang lusuh adalah sampah, dan sebaliknya, tidak semua barang mengkilat adalah yang berharga. Tidak juga semua harus dibuang. Ada yang hanya perlu diperbaiki sedikit lalu ia kembali bisa digunakan. Tapi ada pula, barang yang biaya perawatannya tinggi, tapi ternyata hanya mengotori, dan perlu segera disingkirkan.

Membersihan pun tak sekali jadi.  Harus kontinue.
Apalagi masalah kesadaran pribadi. Meletakkan barang di tempat semula. Mengambil hanya yang miliknya. Apalagi makanan di kulkas, hanya ambil yang memang haknya ataupun jelas peruntukkannya. Jangan asal ambil punya orang. Siapa tau, titipan tetangga sebelah...

Pesan bapak pula, harus siap. Menjadi pertama seringkali tidak mudah.
Ketika dibersihkan, rumah kita akan terlihat lebih kotor, dari sebenarnya. Debu tersembunyi yang kemarin tak terjangkau akan terlihat. Tikus-tikus akan muncul keluar dari sarangnya. Mungkin pula juga akan ada laba-laba.

Tapi tak perlu takut. Ini malah baik. Tikus-tikus tidak merasa nyaman di sarangnya. Berhamburan dan keluar dari rumah kita. Kita pun jadi lebih mudah mengusirnya atau membunuhnya. Tak perlu resah pula, jika kemudian ada yang bilang, rumah kita adalah rumah dengan banyak tikus. Mungkin pula  rumah kita akan dapat julukan dari tetangga ‘rumah tikus’? Haha. Ini pun, tak apa. Mereka hanya belum tau berapa banyak tikus bersembunyi di rumah mereka. Atau berapa banyak  lemari yang hampir habis digerogoti. Yah, memang  itulah gunanya percontohan. Kita coba dulu, jika ini berhasil, kita akan memudahkan tetangga-tetangga kita.

Yang paling harus kita sikapi dengan baik adalah dengan ibu belakang rumah dan bapak pemilik rumah kita. Ibu itu memang ia bukan warga kelurahan kita dan tidak terkait dengan program di kelurahan kita, tapi kehandalannya mencari dan menyebarkan berita itu lho. Bisa saja pada pak lurah ia bercerita berapa ruangan kita yang masih kotor,  bukan berapa ruangan yang telah kita bersihkan dan berapa keras kita berusaha. Bisa juga ia bercerita pada tetangga banyaknya tikus yang keluar dari rumah kita, tanpa bercerita bahwa tikus itu kita bunuh dan makin banyak dan cepat  tikus dibunuh, makin cepat bersih rumah kita.

Kata bapak, ibu itu tidak salah. Yang dilakukan ibu itu pun juga tidak bisa dikategorikan hal buruk. Ya memang hobinya seperti itu. Dan tetangga serta masyarakat juga menikmati berita-berita itu. Yang perlu kita lakukan adalah mengimbangi dan menunjukkan. Apalagi ini ada dari program kelurahan ini ada imbalannya. Kita duluan dapet, sedang rumah lain tidak. Hmm... urusan uang siapa yang tidak sensitif J

Tentang bapak pemilik rumah yang kita kontrak,  kita harus benar-benar jaga komunikasi dengan beliau. Beliau akan dengan mudah menangkap berita yang beredar, yang mana ada yang tepat, ada yang kurang tepat. Sehingga tidak salah ketika persepsi beliau terbentuk ya dari informasi yang berhasil sampai pada beliau. Maka adalah tugas kita untuk menyampaikan informasi sebenarnya.  Jangan sampai, akibat persepsi yang salah, kita di cap buruk oleh beliau, dan yang paling fatal, kita diusir dari rumah kita.
Terakhir pesan bapak, mari lakukan dengan semangat, ceria, dan optimis.

Semangat untuk terus bergerak efektif dan efisien, pantang mundur. Dengan hati ceria dan mood yang bagus sehingga membuat kerja bakti kita lebih menyenangkan, tanpa prasangka dan hasil yang kita peroleh lebih maksimal. Dengan optimisme besar, karena setelah ini selesai, rumah kita akan jadi rumah yang lebih nyaman untuk ditinggali, lebih aman untuk dihuni dan lebih berkah tentunya. Juga, jika kita sukses, kita akan memudahkan rumah lain untuk ikut ‘kerja bakti’ membersihkan rumah. J
~~~
Ah, apapun. Semangat bersih-bersih ya bapak kemenkeu dan paman KPK.Tetap berusaha dan tunjukkan pada semua, Indonesia bisa!
~~~
Note : Jika anda belum paham, ini adalah analogi program reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Kementerian keuangan menjadi percontohan program ini. Beberapa kementerian juga sudah mulai melaksanakan.Dari refbir ini,  Kementerian keuangan kemudian melakukan bermacam perbaikan dan pengembangan. Meskipun banyak orang mengidentikan reformasi birokrasi hanya pada remunerasi, tapi sebenarnya ini adalah lompatan besar untuk menuju Indonesia lebih baik.
*Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan melalui http://stikpedes.blogspot.com/2012/06/kerja-bakti-rumah-kita.html?m=1 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar